Dewasa ini, kalau kita lihat pelbagai ragam umat manusia dipertontonkan pada kita saban hari. Ramai yang berperlakuan baik, namun semakin banyak pula yang berbuat jahat dan bergelumang dengan kemungkaran. Suatu fenomena yang kian merisaukan jiwa, menggundahkan hati, pabila makin banyak bibit-bibit alamat kiamat kecil yang hadir di segenap ceruk kehidupan kita. Tumbuhnya bagaikan cendawan yang meliar selepas turunnya hujan. Moga Allah kan menjaga kita di setiap saat nyawa ini masih dikandung jasad yang fana ini.
Al-Quran, suatu kitab yang turun-temurun diwariskan, dari zaman hidupnya Nabi Muhammad s.a.w., para sahabat, sehinggalah kepada kita iaitu umat akhir zaman ini. Seperti yang kita sedia maklum, al-Quran ini adalah merupakan mukjizat terbesar Baginda, yang dijanjikan tak akan berubah sehinggalah hari Qiamat. Juga sebagai suatu rujukan agung andai berlaku perselisihan, disamping sunnah Baginda.
Kita akui dan mengangkat 'Kepercayaan Kepada Kitab-kitab' sebagai salah satu akujanji dalam Rukun Iman kita. Namun, betapa ikhlas dan jujurnya kita dalam menghayati dan mempraktikan akujanji tersebut. Sama-sama kita muhasabah diri kita, di setiap masa, di setiap saat.
Sabda Nabi Muhammad s.a.w. yang artinya:
“Sebaik-baik kamu adalah orang yg mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(Hadith Riwayat Bukhari)
Ketika membaca Al-Qur’an, maka seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an:
i) Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.
Dalam membaca Al-Qur’an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.”(At-Tibyan, hal. 58-59)
ii) Membacanya dengan perlahan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca.
Rosulullah s.a.w. bersabda, yang artinya:“Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (HR: Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan)
Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatam kan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari) (HR: Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu.
iii) Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’, dengan menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan.
Allah s.w.t. menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS: Al-Isra’: 109). Namun demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat.
iv) Memperelokkan suara ketika membacanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w., yang artinya: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR: Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, yang artinya: “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR: Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.
v) Membaca Al-Qur’an dimulai dengan isti’adzah.
Allah s.w.t. berfirman, yang artinya, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.” (QS: An-Nahl: 98)
Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.
Rosulullah s.a.w. bersabda, yang artinya: “Ingatlah bahwasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR: Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim).
No comments:
Post a Comment